ﷲ•*¨*•♫♥♥:♥::♥::♥::♥::♥::♥ ::♥::♥::♥♥♫•**ﷲ*¨*•♫
بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِارَّحْمَنِ ارَّحِيم
Setiap hari Jum’at, selepas menunaikan shalat Jum,at, seorang Imam dan anaknya yang berusia 9 tahun selalu berjalan menyusuri jalan di kota kecil itu dan menyebarkan artikel “Jendela Surga” dan beberapa karya Islami yang lain.
Pada satu Jum’at yang indah, pada ketika Imam dan anaknya itu hendak keluar seperti biasa membagi-bagikan Artikel Islam itu, hari itu menjadi amat dingin dan hujan mulai turun.
Anak kecil itu mengenakan jas hujan seraya berkata “Ayah! Saya sudah siap”
Ayahnya terkejut dan berkata “Siap untuk apa?”.
“Ayah bukankah ini saatnya kita akan keluar untuk membagi-bagikan Artikel Risalah Allah”
“Anakku! Bukankah di luar hujan begitu lebat dan udara sangat dingin”
“Ayah bukankah masih ada manusia yang akan tersesat dan masuk neraka walaupun ketika hujan turun?”
Ayahnya menambah “Iya tapi Ayah tidak sanggup keluar dalam cuaca begini”
Dengan merintih anaknya merayu “Ijinkan saya pergi ayah?”
Ayahnya berasa agak ragu-ragu namun menyerahkan artikel-artikel itu kepada anaknya “Pergilah nak dan berhati-hatilah. Allah bersamamu!”
“Terima kasih Ayah” Dengan wajah bersinar-sinar anak itu pergi meredah hujan dan tubuh kecil itu hilang dalam kelebatan hujan.
Anak kecil itu pun membagikan artikel-artikel tersebut kepada siapa pun yang dijumpainya. Begitu juga dia akan mengetuk setiap rumah dan memberikan artikel itu kepada penghuninya.
Setelah dua jam, hanya tersisa satu artikel “Jendela Surga” ada pada tangannya. Dia merasa tanggungjawabnya tidak selesai jika masih ada artikel di tangannya. Dia berputar-putar ke sana dan ke mari mencari siapa yang akan diberi artikel terakhirnya itu namun gagal.
Akhirnya dia melihat satu rumah yang agak menjorok kedalam dari jalan itu dan akhirnya dia melangkahkan kakinya menghampiri rumah itu. Dan begitu sampai di depan rumah itu, lantas ditekannya bel rumah itu sekali. Ditunggunya sebentar dan ditekan sekali lagi namun tiada jawaban. Diketuk pula pintu itu namun tidak juga ada jawaban.
Seolah ada sesuatu yang memeganginya sehingga anak itu enggan pergi, mungkin rumah inilah harapannya agar artikel ini diserahkan.
Dia mengambil keputusan menekan bel sekali lagi. Akhirnya pintu rumah itu dibuka.
Berdiri di depan pintu adalah seorang perempuan sekitar umur 50 tahun.
Mukanya suram dan sedih. “Nak, apa yang bisa ibu bantu?”
Wajahnya bersinar-sinar seolah-olah malaikat yang turun dari langit.
“Ibu, maaf saya mengganggu, saya hanya ingin menyampaikan kabar gembira dari ALLAH karena sesungguhnya Allah amat sayang dan senantiasa memelihara Ibu. Saya datang ini hanya ingin menyerahkan artikel terakhir ini dan Ibu adalah orang yang paling beruntung”. Dia senyum dan tunduk hormat sebelum melangkah pergi.
“Terima kasih nak dan Tuhan akan melindungi kamu” Dengan nada yang lembut.
Minggu berikutnya sebelum waktu shalat Jum’at dimulai, seperti biasa Imam naik ke atas mimbar untuk memberikan informasi sekitar masalah dan perkembangan yang terjadi di masjid itu. Sebelum selesai dia bertanya ” Ada yang ingin bertanya sesuatu?”
Tiba-tiba ada yang bangun dengan perlahan dan berdiri. Dia adalah perempuan separuh baya. “Saya rasa tidak ada yang mengenal saya. Saya tak pernah hadir ke majlis ini. Untuk anda sekalian ketahui, bahwa saya bukanlah orang islam.
Suami saya meninggal beberapa tahun yang lalu dan meninggalkan saya seorang diri dalam dunia ini.” Air mata mulai bergenang di kelopak matanya.
“Pada hari Jum’at lalu saya mengambil keputusan untuk bunuh diri. Jadi saya ambil kursi dan tali. Saya ikat ujung tali di galang atas dan ujung satu lagi saya ikatkan di leher. Ketika saya mau terjun, tiba-tiba bel rumah saya berbunyi. Saya tunggu sebentar, pada anggapan saya, siapa pun yang menekan itu akan pergi jika tidak dijawab. Kemudian ia berbunyi lagi. Kemudian saya mendengar ketukan dan bel ditekan sekali lagi”.
“Saya jadi penasaran siapakah yang datang, sehingga saya longgarkan tali di leher dan terus pergi ke pintu”
“Seumur hidup saya belum pernah saya melihat anak yang comel itu. Senyumannya benar-benar ikhlas dan suaranya seperti malaikat”.
“Ibu, maaf saya mengganggu, saya hanya ingin menyampaikan kabar gembira dari ALLAH karena sesungguhnya Allah amat sayang dan senantiasa memelihara Ibu” Itulah kata-kata yang paling indah yang saya dengar”.
“Saya melihatnya pergi kembali menyusuri hujan. Saya kemudian menutup pintu dan terus baca artikel itu. Akhirnya kursi dan tali kuletakkan kembali ditempat semula.
“Aku tak perlukan itu lagi”.
“Lihatlah, sekarang saya sudah menjadi seorang yang bahagia, Di belakang artikel terdapat alamat ini dan itulah sebabnya saya di sini hari ini dan saya ingin masuk islam. Jika tidak disebabkan malaikat kecil yang datang pada hari itu tentunya saya sudah menjadi penghuni neraka”
Tak satu pun air mata di masjid itu yang masih kering. Ramai pula yang berteriak dan bertakbir “ALLAHUAKBAR!”
Imam lantas turun dari mimbar dan memeluk anaknya yang berada di kaki mimbar dan tak terasa airmatanya pun mengalir
Hari Jum’at ini adalah hari paling indah dalam hidupnya. Tiada anugerah yang amat besar dari hari ini. Yaitu anugerah yang sekarang berada di dalam pelukannya. Seorang anak laksana malaikat.
Biarkanlah air mata itu menetes. Air mata itu anugerah ALLAH kepada makhlukNya yang penyayang.
♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♫ •*¨•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
✯☆ ✯...♥ •.¸¸.•♥•.¸¸.•♥•.¸¸(。◕‿◕。). .•*´¨`*•...... ✯☆ ✯...
بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِارَّحْمَنِ ارَّحِيم
Setiap hari Jum’at, selepas menunaikan shalat Jum,at, seorang Imam dan anaknya yang berusia 9 tahun selalu berjalan menyusuri jalan di kota kecil itu dan menyebarkan artikel “Jendela Surga” dan beberapa karya Islami yang lain.
Pada satu Jum’at yang indah, pada ketika Imam dan anaknya itu hendak keluar seperti biasa membagi-bagikan Artikel Islam itu, hari itu menjadi amat dingin dan hujan mulai turun.
Anak kecil itu mengenakan jas hujan seraya berkata “Ayah! Saya sudah siap”
Ayahnya terkejut dan berkata “Siap untuk apa?”.
“Ayah bukankah ini saatnya kita akan keluar untuk membagi-bagikan Artikel Risalah Allah”
“Anakku! Bukankah di luar hujan begitu lebat dan udara sangat dingin”
“Ayah bukankah masih ada manusia yang akan tersesat dan masuk neraka walaupun ketika hujan turun?”
Ayahnya menambah “Iya tapi Ayah tidak sanggup keluar dalam cuaca begini”
Dengan merintih anaknya merayu “Ijinkan saya pergi ayah?”
Ayahnya berasa agak ragu-ragu namun menyerahkan artikel-artikel itu kepada anaknya “Pergilah nak dan berhati-hatilah. Allah bersamamu!”
“Terima kasih Ayah” Dengan wajah bersinar-sinar anak itu pergi meredah hujan dan tubuh kecil itu hilang dalam kelebatan hujan.
Anak kecil itu pun membagikan artikel-artikel tersebut kepada siapa pun yang dijumpainya. Begitu juga dia akan mengetuk setiap rumah dan memberikan artikel itu kepada penghuninya.
Setelah dua jam, hanya tersisa satu artikel “Jendela Surga” ada pada tangannya. Dia merasa tanggungjawabnya tidak selesai jika masih ada artikel di tangannya. Dia berputar-putar ke sana dan ke mari mencari siapa yang akan diberi artikel terakhirnya itu namun gagal.
Akhirnya dia melihat satu rumah yang agak menjorok kedalam dari jalan itu dan akhirnya dia melangkahkan kakinya menghampiri rumah itu. Dan begitu sampai di depan rumah itu, lantas ditekannya bel rumah itu sekali. Ditunggunya sebentar dan ditekan sekali lagi namun tiada jawaban. Diketuk pula pintu itu namun tidak juga ada jawaban.
Seolah ada sesuatu yang memeganginya sehingga anak itu enggan pergi, mungkin rumah inilah harapannya agar artikel ini diserahkan.
Dia mengambil keputusan menekan bel sekali lagi. Akhirnya pintu rumah itu dibuka.
Berdiri di depan pintu adalah seorang perempuan sekitar umur 50 tahun.
Mukanya suram dan sedih. “Nak, apa yang bisa ibu bantu?”
Wajahnya bersinar-sinar seolah-olah malaikat yang turun dari langit.
“Ibu, maaf saya mengganggu, saya hanya ingin menyampaikan kabar gembira dari ALLAH karena sesungguhnya Allah amat sayang dan senantiasa memelihara Ibu. Saya datang ini hanya ingin menyerahkan artikel terakhir ini dan Ibu adalah orang yang paling beruntung”. Dia senyum dan tunduk hormat sebelum melangkah pergi.
“Terima kasih nak dan Tuhan akan melindungi kamu” Dengan nada yang lembut.
Minggu berikutnya sebelum waktu shalat Jum’at dimulai, seperti biasa Imam naik ke atas mimbar untuk memberikan informasi sekitar masalah dan perkembangan yang terjadi di masjid itu. Sebelum selesai dia bertanya ” Ada yang ingin bertanya sesuatu?”
Tiba-tiba ada yang bangun dengan perlahan dan berdiri. Dia adalah perempuan separuh baya. “Saya rasa tidak ada yang mengenal saya. Saya tak pernah hadir ke majlis ini. Untuk anda sekalian ketahui, bahwa saya bukanlah orang islam.
Suami saya meninggal beberapa tahun yang lalu dan meninggalkan saya seorang diri dalam dunia ini.” Air mata mulai bergenang di kelopak matanya.
“Pada hari Jum’at lalu saya mengambil keputusan untuk bunuh diri. Jadi saya ambil kursi dan tali. Saya ikat ujung tali di galang atas dan ujung satu lagi saya ikatkan di leher. Ketika saya mau terjun, tiba-tiba bel rumah saya berbunyi. Saya tunggu sebentar, pada anggapan saya, siapa pun yang menekan itu akan pergi jika tidak dijawab. Kemudian ia berbunyi lagi. Kemudian saya mendengar ketukan dan bel ditekan sekali lagi”.
“Saya jadi penasaran siapakah yang datang, sehingga saya longgarkan tali di leher dan terus pergi ke pintu”
“Seumur hidup saya belum pernah saya melihat anak yang comel itu. Senyumannya benar-benar ikhlas dan suaranya seperti malaikat”.
“Ibu, maaf saya mengganggu, saya hanya ingin menyampaikan kabar gembira dari ALLAH karena sesungguhnya Allah amat sayang dan senantiasa memelihara Ibu” Itulah kata-kata yang paling indah yang saya dengar”.
“Saya melihatnya pergi kembali menyusuri hujan. Saya kemudian menutup pintu dan terus baca artikel itu. Akhirnya kursi dan tali kuletakkan kembali ditempat semula.
“Aku tak perlukan itu lagi”.
“Lihatlah, sekarang saya sudah menjadi seorang yang bahagia, Di belakang artikel terdapat alamat ini dan itulah sebabnya saya di sini hari ini dan saya ingin masuk islam. Jika tidak disebabkan malaikat kecil yang datang pada hari itu tentunya saya sudah menjadi penghuni neraka”
Tak satu pun air mata di masjid itu yang masih kering. Ramai pula yang berteriak dan bertakbir “ALLAHUAKBAR!”
Imam lantas turun dari mimbar dan memeluk anaknya yang berada di kaki mimbar dan tak terasa airmatanya pun mengalir
Hari Jum’at ini adalah hari paling indah dalam hidupnya. Tiada anugerah yang amat besar dari hari ini. Yaitu anugerah yang sekarang berada di dalam pelukannya. Seorang anak laksana malaikat.
Biarkanlah air mata itu menetes. Air mata itu anugerah ALLAH kepada makhlukNya yang penyayang.
♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♫
✯☆ ✯...♥ •.¸¸.•♥•.¸¸.•♥•.¸¸(。◕‿◕。).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar